Semua kalangan: Mandi Junub dan Membatalkan Nazar

Ads 468x60px

Pages

Sabtu, 11 Desember 2010

Mandi Junub dan Membatalkan Nazar

Ada enam hal yang mewajibkan seseorang untuk melakukan mandi wajib. Tiga hal ada pada kaum pria dan wanita sedangkan tiga hal lainnya khusus pada kaum wanita.

3 (Tiga) hal yang ada pada kaum pria dan wanita adalah :

1. Pertemuan dua kemaluan antara laki-laki dan perempuan (jima’)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Apabila seseorang duduk diantara anggota tubuh perempuan yang empat, maksudnya; diantara dua tangan dan dua kakinya kemudian menyetubuhinya maka wajib baginya mandi, baik mani itu keluar atau tidak.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Apabila dua kemaluan telah bertemu maka wajib baginya mandi. Aku dan Rasulullah saw pernah melakukannya maka kami pun mandi.” (HR. Ibnu Majah)

2. Keluarnya mani.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Mandi diwajibkan dikarenakan keluar air mani.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Ummu Sulaim berkata,’Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah tidak malu tentang masalah kebenaran, apakah wanita wajib mandi apabila dia bermimpi? Nabi saw menjawab,’Ya, jika dia melihat air.” (HR. Bukhori Muslim dan lainnya)

Dalam hal keluarnya air mani, Sayyid Sabiq mengatakan :
a. Jika mani keluar tanpa syahwat, tetapi karena sakit atau cuaca dingin, maka ia tidak wajib mandi.
b. Jika seseorang bermimpi namun tidak mendapatkan air mani maka tidak wajib baginya mandi, demikian dikatakan Ibnul Mundzir.

c. Jika seseorang dalam keadaan sadar (tidak tidur) dan mendapatkan mani namun ia tidak ingat akan mimpinya, jika dia menyakini bahwa itu adalah mani maka wajib baginya mandi dikarenakan secara zhohir bahwa air mani itu telah keluar walaupun ia lupa mimpinya. Akan tetapi jika ia ragu-ragu dan tidak mengetahui apakah air itu mani atau bukan, maka ia juga wajib mandi demi kehati-hatian.

d. Jika seseorang merasakan akan keluar mani saat memuncaknya syahwat namun dia tahan kemaluannya sehingga air mani itu tidak keluar maka tidak wajib baginya mandi.

e. Jika seseorang melihat mani pada kainnya namun tidak mengetahui waktu keluarnya dan kebetulan sudah melaksanakan shalat maka ia wajib mengulang shalatnya dari waktu tidurnya terakhir.. (Fiqhus Sunnah juz I hal 64 – 66)

3. Kematian.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda dalam keadaan berihram terhadap seorang yang meninggal terpelanting oleh ontanya,”Mandikan dia dengan air dan daun bidara.” (HR.Bukhori Muslim)

Sedangkan 3 (tiga) lainnya yang khusus pada kaum wanita adalah :

1. Haid.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqoroh : 222)

Sabda Rasulullah saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy ra adalah,”Tinggalkan shalat selama hari-hari engkau mendapatkan haid, lalu mandilah dan shalatlah.” (Muttafaq Alaih)

2. Nifas.
Nifas adalah seperti haidh dan mewajibkannya mandi, demikian menurut jumhur ulama.

3. Melahirkan.
Jika seorang melahirkan dan tidak mengeluarkan darah maka terjadi perbedaan pendapat apakah wajib baginya mandi atau tidak. Namun Syeikh Taqiyuddin asy Syafi’i, pemilik buku “Kifayatul Akhyar” mewajibkannya mandi.

Adapun terkait dengan pertanyaan anda, seandainya seorang istri dalam keada'an junub setelah bersetubuh dengan suaminya lalu ia mendapatkan haid sementara dia belum sempat mandi jinabat, maka :

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa Apabila dua hal yang mewajibkan mandi bersatu seperti haid dengan junub atau pertemuan dua kemaluan dengan keluarnya mani lalu ia berniat keduanya dengan satu kali mandi saja maka itu dibolehkan, demikian pendapat kebanyakan ulama, diantaranya Atho, Abuz Zanad, Robi’ah, Malik, Syafi’i, Ishaq dan para pemikir.

Diriwayatkan dari al Hasan dan an Nakh’i dalam pemasalahan haid dan junub ini berpendapat hendaklah dua kali mandi. Namun bagi kami, bahwa “Nabi saw tidaklah mandi dari selesai jima (bersetubuh) kecuali satu kali mandi.”. Ada dua hal yang dikandung didalam hadits ini, yaitu : bisa jadi beliau saw di banyak keadaan dari jima’nya mengeluarkan mani—selain dari pertemuan dua kemaluan, pen—dan dikarenakan keduanya mewajibkannya mandi maka boleh dengan sekali mandi untuk keduanya, seperti hadats dan najis…

Jika orang itu berniat salah satunya saja atau berniat terhadap haid saja tanpa junub maka apakah niat itu sah pula buat yang lainnya? Didalam permasalajam ini terdapat dua pendapat :

1. Niat itu sah pula bagi yang lainnya, dikarenakan mandinya itu adalah mandi yang benar yang diniatkan untuk mandi wajib, maka hal itu dibolehkan…

2. Niat itu hanya sah untuk apa yang dia niatkan dan tidak untuk yang tidak dia niatkan, berdasarkan sabda Nabi saw,” Sesungguhnya amal perbuatan tergantung dari apa yang diniatkannya.” (al Mughni juz I hal 372)

Jadi dibolehkan bagi seorang yang mendapatkan haid saat dia junub untuk mengakhirkan mandi wajibnya hingga selesai haidnya dengan syarat meniatkan mandinya itu untuk junub dan haid.

0 komentar:

Posting Komentar